Konsep dan Sejarah Perkembangan Logika
1.
Logika berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti “kata”, “uraian
pikiran” atau “teori”. Istilah logika secara etimologis dapat diartikan tentang “ ilmu tentang uraian pikiran” .Secara
konseptual kita berangkat dari
definisi terminologis bahwa logika adalah “sistem penalaran tentang penyimpulan
yang sah” (Bakry, 2012: 1.3). Yang perlu diperhatikan yaitu sistem penalaran
dan penyimpulan yang sah. Penyimpulan yang dimaksudkan adalah bagian dari
pemikiran dan tidak semua pemikiran merupakan penyimpulan, seperti menghitung,
meningat-ingat, bukanlah pembahasan logika. Logika pada umumnya dibedakan
menjadi, deduktif dan induktif dengan melihat sifat kesimpulan yang
dihasilkannya dan penalarannya.
A. LOGIKA
DEDUKTIF
Sifat kesimpulannya PASTI , Logika Deduktif
adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah
berdasarkan bentuknya dan kesimpulannya sebagai kemestian yang diturunkan dari
pangkal pikirnya.
Contoh :
Logam dipanaskan memuai
Emas
adalah logam
Maka
emas dipanaskan memuai
Logika
deduktif dikenal dengan logika FORMAL, sebab kepastiannya ditentukan oleh
bentuk pernyataan atau struktur dari penyataan yang digunakan. Contoh di atas
secara formal dapat dijelaskan, sebagai berikut:
Semua A adalah B
Semua B adalah C
Maka, semua A adalah C.
B. LOGIKA
INDUKTIF..
Sifat kesimpulannya bersifat MUNGKIN. Logika
Induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip kesimpulan yang
sah dari sejumlah hal khusus sampai pada kesimpulan umum yang bersifat boleh
jadi. logika induktif dikenal dengan logika MATERIAL, karena kemungkinannya
ditentukan oleh isi penyataan yang digunakan. Isi penyataannya itu sesuai
dengan kenyataan atau tidak, sehingga kesimpulan yang dihasilkannya adalah
kemungkinan. Kemungkinan itu benar atau salah.
Contoh :
Perempuan adalah manusia, laki-laki adalah manusia,
anak-anak adalah manusia, waria
adalah manusia
Perempuan, laki-laki, anak-anak, dan waria
dipaksa, akan memberontak.
Maka, manusia dipaksa, akan memberontak.
2.
SEJARAH PERKEMBANGAN LOGIKA
Logika pertama-tama disusun oleh Aristoteles ( 384-322 SM )
sebagai sebuah ilmu tentang hukum-hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran
dari setiap kekeliruan . Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu disebut dengan
nama “analitika” dan “dialektika” . Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai
logika diberi nama Organon, terdiri atas enam bagian.
Theoprastus ( 371-287 SM ) memberi sumbangan terbesar dalam
logika ialah penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang
sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan. Kemudian Porphyrius (233-306 SM ) ,
seorang ahli piker di Iskandariah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran
logika.. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni sebagai pengantar Categorie.
Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan lingkungan-lingkungan
sifat didalam alam, yang biasa disebut dengan klarifikasi. Dengan demikian
logika menjadi tujuh bagian.
Tokoh logika dalam jaman Islam Adalah Al-Farabi ( 873-950 SM
) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik-Tua, menyalin seluruh karya tulis
Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli piker grik
lainnya. Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan
menambahkan satu bagian baru menjadi delapan bagian.
Karya Aristoteles tentang logika dalam buku Orgadon dikenal
didunia Barat selengkapnya ialah sesudah berlangsung penyalinan-penyalinan yang
sangat luas dalam sekian banyak ahli pikir Islam ke dalam bahasa
latin.Penyalinan-penyalinan luas itu membukakan masa dunia Barat kembali akan
alam pikiran Grik Tua.
Petrus Hispanus ( meninggal 277 M ) menyusun pelajaran
logika berbentuk sajak , seperti Al-Akhdari dalam dunia Islam dan bukunya itu
menjadi buku dasar bagi pelajaran logika sampai abad ke-17. Petrus Hispanus inilah yang mula-mula mempergunakan
berbagai nama untuk sistem penyimpulan yang sah dalam perkaitan bentuk
silogisme kategori dalam sebuah sajak. Kumpulan saja Petrus Hispanus mengenai
logika bernama Summulae.
Francis Bacon ( 1561-1626 M ) melancarkan serangan sengketa
terhadap logika dan menghancurkan penggunaan sistem induksi secara lebih luas.
Serangan Bacon terhadap logika ini beroleh sambutan hangat dari berbagai
kalangan di Barat sehinggan kemudian perhatian lebih ditujukan kepada
penggunaan sistem induksi. Kemudian disusul oleh penulis Gottfried Wilhem von
Leibniz. Ia mengajurkan pernyataan-pernyataan dengan simbol-simbol agar lebih
umum sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonhard Euler,
seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term
dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term
yang terkenal dengan sebutan Sirkel-Euler.
John Stuart Mill pada tahun 1843 mempertemukan sistem
induksi dengan sistem deduksi. Setiap pangkal pikir besar deduksi memerlukan
induksi, sebaliknya induksi memerlukan deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai
hasil-hasil eksperimen dan penyelidikan. Ia merumuskan metode-metode bagi
sistem induksi , terkenal dengan sebutan Four-Methods.
Logika formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku-buku
baru dan ulasan-ulasan baru tentang logika. Sejak pertengahan abad ke-19 mulai lahir satu cabang baru
yang disebut dengan Logika Simbolik.
Logika Simbolik pertama dikembangkan oleh George Boole dan
Augustus De Morgan. Boole secara sistematik dengan memakai symbol-simbol yang
cukup luas dan metode analisis menurut matematika dan Augustus De Morgan (
1806-1871) merupakan seorang ahli matematika Inggris memberikan sumbangan besar
kepada logika simbolik dengan pemikirannya tentang relasi dan negasi.
Tokoh logika simbolik lain adalah John Venn (
1834-1923) ia berusaha menyempurnakan analisis logika dari Boole dengan
merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal dengan diagram Venn
untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari
silogrisme. Untuk melukiskan , merangkum atau menyisihkan diantara subjek dan
predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.
Perkembanagan Logika Simbolik mencapai
puncaknya pada awal abad ke-20 dengan
terbitnya tiga jilid karya tulis dua filsuf besar dari Inggris Alfred North
Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell berjudul principia Mathematica (
1910-1913 ) dengan jumlah 1922 halaman
karya tulis Russell Whitehead Principia Mathematica memberikan dorongan besar
bagi pertumbuhan logika simbolik.
Di Indonesia pada mulanya logika tidak pernah
menjadi mata pelajaran pada perguruan-perguruan umum. Pelajaran logika hanya
dijumpai di pesantren-pesantren dan perguruan tinggi Islam dengan menggunakan
buku-buku bertuliskan bahasa Arab. Pada masa sekarang ini logika berkembang
sesuai perkembangan logika pada umumnya yang mendasarkan para perkembangan
teori perhimpunan.
Sumber
bacaan:
Noor Muhsin Bakri dan Sonjoruri Budiani Trisakti. Logika. Ed. V.
Jakarta: Universitas Terbuka, 2012, hal. 1.1-1.11 dan 1.30-1.50.
Komentar
Posting Komentar